CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

25 Januari, 2012

Qashashul Qur'an - Ulumul Qur'an


BAB I
PENDAHULUAN

Al-Qur’an merupakan kitab suci pedoman seluruh umat Islam yang memiliki mukjizat paling besar, oleh karena itu umat Islam perlu mengkaji lebih jauh terkait isi kandungan Al-Qur’an sehingga akan diketahui hakekat makna yang terkandung dalam Al-Qur’an. Untuk mengetahui kandungan Al-Qur’an, diperlukan suatu metode keilmuan yang dikenal dengan nama Ulumul Qur’an.

Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa pokok-pokok kandungan, diantara pokok-pokok kandungan Al-Qur’an adalah aqidah, syari’ah, akhlaq, sejarah, iptek dan filsafat. Sebagian orang seperti Mahmud Syaltut, membagi pokok ajaran Al-Qur’an menjadi dua pokok ajaran, yaitu Akidah dan Syari’ah. Namun sesuai dengan tema makalah ini hanya akan dijelaskan secara lebih rinci terkait bidang sejarah.

Kandungan Al-Qur’an tentang sejarah atau kisah-kisah disebut dengan istilah Qashashul Qur’an. Bahkan ayat-ayat yang berbicara tentang kisah jauh lebih banyak ketimbang ayat-ayat yang berbicara tentang hokum. Hal ini memberikan isyarat bahwa Al-Qur’an sangat perhatian terhadap masalah kisah, yang memang didalamnya banyak mengandung pelajaran (ibrah). Sesuai firman Allah yang artinya: “sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.

     Oleh karena itu kisah/sejarah dalam Al-Qur’an memiliki makna tersendiri. Maka perlu kiranya kita sebagai umat Islam mengetahui isi sejarah yang ada dalam Al-Qur’an sehingga kita dapat mengambil pelajaran dari kisah-kisah umat terdahulu




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Qashashul Qur’an

Kata qashashul berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk jamak dari kata Qishah yang berarti tatabbu’ al-atsar (napak tilas/mengulang kembali masa lalu). Qishah menurut Muhammad Ismail Ibrahim berarti “hikayat (dalam bentuk) prosa yang panjang”. Sedangkan menurut Manna Khalil al-Qattan dalam Mahabis fi Ulum  al-Qur’an, qashashul Qur’an berarti cerita yang berurutan berdasarkan sebab akibat yang dipahami pendengar.

Dalam kamus bahasa Indonesia, kata al-Qashash diterjemahkan dengan kisah yang berarti kejadian (riwayat). Menurut Al-Raghib al-Ishfahani, qashash adalah akar kata dari qashsha yaqushshu, secara lughawi konotasinya tak jauh berbeda dari yang disebutkan diatas, yang dipahami sebagai “cerita yang ditelusuri”, seperti dalam firman Allah swt. Qs Yusuf (12):111, “sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal”.

Secara terminology, pengertian qashashul Qur’an adalah kisah-kisah dalam Al-Qur’an tentang keadaan-keadaan umat yang telah lalu.

Pengertian tersebut diatas dapat dikatakan bahwa muatan kisah-kisah yang terdapat dalan al-Qur’an semuanya cerita yang benar-benar terjadi, tidak ada cerita fiksi, khayal, apalagi dongeng, bukan seperti tuduhan sebagian orientalis bahwa al-Qur’an tidak cocok dengan fakta sejarah.




B.     Macam-macam Qashashul Qur’an

Kisah-kisah dalam Qur’an dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
a.       Kisah para nabi
Bagian ini berisikan tentang ajakan para nabi kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat yang memperkuat dakwahnya, sikap orang-orang yang memusuhinya, tahapan-tahapan dakwah dan perkembangannya serta akibat yang menimpa orang yang beriman (mempercayai) dan golongan yang mendustakan para nabi. Misalnya kisah nabi Nuh as, Ibrahim as, Musa as, Harun as, Muhammad saw dan nabi serta rasul lainnya.
b.      Kisah yang berhubungan dengan masa lalu dan orang-orang yang tidak disebutkan kenabiannya.
Misalnya kisah Talut, Dawud dan Jalut (Qs Al-Baqarah 246-252), dua putera Adam (Qs Al-Maidah 27-31), Ashabul Kahfi (Qs Al-Kahfu 9-26), Dzulkarnain (Qs Al-Kahfu 83-98), Ashabus Sabti (Qs Al-Baqarah 65-66, Al A’raf 163 dan An-Nisa 47), Ashabul fiil (Qa Al-Fiil 1-5), Ashabul Ukhdud (Qs Al-Buruj 4-9)
c.       Kisah Nabi Muhammad dan hal yang terjadi pada masa Rasulullah saw.
Seperti perang badar dan uhdud dalam surah Ali Imran, perang Hunain dan Tabuk dalam surah At-Taubah, perang Al-Akhdzab, Hijrah, Isra’ dan lain-lain.

Kisah dalam Al-Qur’an pada umumnya mengandung tiga unsur yaitu:
1.      Pelaku (al sakhsiyyat)
Kisah dalam al-Qur’an tidaklah hanya manusia, dalam Qs Hud 69-83 ada juga malaikat, dalam Qs Saba 12 ada jin, dan ada pula cerita tentang binatang seperti burung, semut dan lain-lain dalam An-Naml 18-19
2.      Peristiwa (ahdats), hal ini terbagi menjadi:
Peristiwa yang berkelanjutan, peristiwa yang dianggap luar biasa dalam Qs Al-Maidah 110-115, dan peristiwa yang dianggap biasa dalam Qs Al-Maidah 116-118.
3.      Dialog (al hiwar),dalam Qs Al-A’raf 11-25, Thaha 9-99



Kisah dalam Qur’an secara lebih khusus mengandung:
1.      Kisah yang menceritakan perbuatan baik yang dilakukan orang-orang pada jaman dahulu
2.      Kisah yang menceritakan perbuatan buruk.

C.    Karakteristik Qashashul Qur’an

Al –Qur’an tidak menceritakan kejadian dan peristiwa secara berurutan (kronologis) dan memaparkan kisah-kisah itu secara panjang lebar, tetapi terkadang berbagai kisah disebutkan berulang-ulang dibeberapa tempat, adapula beberapa kisah disebutkan Al-Qur’an dalam bentuk yang berbeda, disatu tempat ada bagian yang didahulukan dan ditempat lain diakhirkan. Kadang-kadang disajikan secara ringkas dan kadang secara rinci. Hal tersebut menimbulkan perdebatan diantara kalangan orang yang meyakini dan orang yang meragukan Al-Qur’an. Mereka yang ragu terhadap Al-Qur’an sering mempertanyakan, mengapa kisah-kisah dalam Al-Qur’an tidak disusun secara kronologis dan sistematis sehingga lebih mudah dipahami? Karena dengan hal tersebut menurut mereka dipandang tidak efektif dan efisien.

Menurut Manna Khalil al-Qattan, penyajian kisah-kisah dalam Al-Qur’an yang begitu rupa mengandung beberapa hikmah, yaitu:
-          Menunjukkan kandungan sastra al-Qur’an yang levelnya tinggi
-          Semakin menunjukkan kemukjizatannya
-          Supaya diperhatikan dengan sangat
-          Menunjukkan perbedaan resultan yang dikehendaki

Sedangkan faedah Qashashul Qur’an adalah sebagai berikut:
-          Menjelaskan prinsip-prinsip dakwah dan pokok-pokok syariah yang dibawa oleh setiap nabi, Qs Al-Anbiya 25
-          Meneguhkan hati rasul dan umatnya dalam menegakkan agama Allah, serta menegakkan kepercayaan orang-orang yang beriman melalui datangnya pertolongan Allah swt dan hancurnya kebathilan, Qs Hud 120
-          Membenarkan nabi-nabi terdahulu dan mengingatkan kembali jejak-jejak mereka
-          Membuktikan kebenaran nabi Muhammad saw
-          Membuktikan kekeliruan ahli kitab yang telah menyembunyikan keterangan dan petunjuk, Qs Ali-Imran 93
-          Kisah adalah bentuk sastra yang menarik dan memberikan pengajaran yang tertanam dalam jiwa, Qs Yusuf 111.

D.    Tujuan
Tujuan kita mengetahui kisah-kisah dalam Al-Qur’an adalah supaya menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita tidak mengulangi perbuatan-perbuatan buruk dari orang-orang dijaman dahulu dan dapat mencontoh atau mengikuti kisah-kisah yang baik.

















BAB III
KESIMPULAN

Dari uraian tersebut diatas, dapat kita simpulkan  bahwa:
-          Eksistensi kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Qur’an secara universal berisi pesan-pesan serta pelajaran penting dan berharga untuk umat manusia agar senantiasa berada pada koridor Allah swt
-          Dari jenis dan karakteristik kisah-kisah dalam al-Qur’an menjadi sangat menarik untuk dibaca dan dipahami lebih mendalam meskipun sistematika cerita yang dikisahkan tidak berurutan dan terkadang berulang-ulang. Hal tersebut mengindikasikan kehebatan al-Qur’an dan betapa pentingnya kisah tersebut bagi manusia, khususnya umat nabi Muhammad saw
-          Manfaat kisah-kisah al-Qur’an dapat menjelaskan kepada manusia bahwa kisah-kisah perjalanan dan perjuangan para nabi dan rasul dalam menjalankan misi ilahi merupakan seruan kepada ketauhidan
-          Dan tujuan kita mengetahui kisah-kisah dalam al-Qur’an adalah supaya kita dapat mengambil pelajaran dan hikmah dari kisah-kisah orang terdahulu. Jika baik dapat kita contoh, jika buruk dapat kita hindari.

REFERENSI
-          Al-Qattan, Manna Khalil, mahabis fi Ulum al-Qur’an, Mansyurat al-Asr al-Haidis, 1973
-          Mahmud, the qoran (the English translation of the meaning of the qoran), Beirut, Lebanon,1980  
-          Al-Ishfahani, Al Raghib, al-mufradat fi Gharib al-Qur’an, ed. Muhammad Sayyid Kaylani, Mesir: Musthafa al-Bab al-Halab, Ilmu Tafsir, cet.III; Bandung: Pustaka Setai, 2006
-          Baidan, Nashrudin, wawasan baru ilmu tafsir, cet.I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2005
-          Ash Shabuni, Ali Muhammad, ikhtisar ulumul qur’an praktis, Jakarta; Pustaka Amani, 2001

0 komentar: